Rabu, 20 Mei 2009

Asam Amino dan Protein

Laporan Praktikum Hari/Tanggal : Jum’at/ 17 April 2009
Biokimia Pukul : 16.00 : 17.20 WIB
PJP : Martini Hudayanti
Asisten :1. Dini Martarina
2. Nur Wenda
3. Syaipul Abidin



ASAM AMINO DAN PROTEIN

Kelompok 1 (Satu)


Iqbal Khoir J3H107019













TEKNOLOGI PRODUKSI DAN MANAJEMEN PERIKANAN BUDIDAYA
DIREKTORAT PROGRAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
PENDAHULUAN
Protein merupakan polimer dari sekitar 21 asam amino yang berlainan yang disambungkan denagan ikatan peptida. Karena keramainan rantai samping yang terbentuk jika asam amino tersebut disambung-sambungkan, protein yang berbeda dapat mempunyai sifat kima yangbereda dan struktu sekunder dan tersier yang sangat berbeda. Berbagai asam amino yang disambungkan membentuk rantai peptida. Asam amino dikelompokkan berdasarkan sifat kimia rantai sampingnya (Krull dan Wall, 1969).
protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh karena zat ini berfungsi sebagai sumber energi dalam tubuh serta sebagai zat pembangun dn pengatur. Protein adlaah polimer dari asam amino yang dihubungkan dengan ikatan peptida. Molekul protein mengandung unsur-umsur C, H, O, N, P, S, dan terkadang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga (Winarno, 1992).
Protein merupakan suatu polipeptida dengan BM yang sangat bervariasi dari 5000 samapi lebih dari satu juta karena molekul protein yang besar, protein sangat mudah mengalami perubahan fisis dan aktivitas biologisnya. Banyak agensia yang menyebabkan perubahan sifat alamiah dari protein seperti panas, asam, basa, solven organik, garam, logam berat, radiasi sinar radioaktif (Sudarmadji, 1996).

Rantai samping dapat bersifat polar dan nonpolar. Kandungan bagian asam amino polar yang tinggi dalam protein meningkatkan kelarutannya dalam air. Rantai samping yang paling polar ialah rantai samping asam amino basa dan asam amino asam. Asam-asam amino ini terdapat pada albumin dan globulin yang larut dalam air dengan aras yang tinggi. Sebaliknya protein, gandum, gliadin, dan glutenin, aras kandungan rantai samping polarnya rendah dan sangat tidak larut dalam air. Asam amino asam dapat juga ditemukan dalam protein dalam bentuk amidanya, glutamin dan asparagin. Hal ini menigkatkan kandungan nitrogen dari protein. Gugus hidroksil dalam rantai samping dapat terlibat dalam pembentukan ikatan ester dalam asam fosfat dan fosfat. Asam amino belerang dapat membentuk ikatan sambung silang disulfida antara rantai peptida yang bertetangga atau antara bagian yang berlainan dalam rantai yang sama. Prolina dan hidroksiprolina memaksakan pembatasan struktur yang bermakna terhadap geometri rantai peptida.
Protein terdapat baik dalam produk hewan maupun dalam produk tumbhan dalam jumlah yang berarti. Di Negara yang maju, orang memperoleh sebagian proteinnya dari produk hewan. Di bagian belahan dunia, bagian utama protein makanan diperoleh dari produk tumbuhan. Banyak produk tumbuhan tidak mengandung satu atau lebih asam amino esensial.

TUJUAN
Adapun tujuan dari praktikum yang dilakukan terhadap asam amino dengan uji ninhidrin, belerang, dan biuret terhadap albumi , kasein, gelatin, dan pepton yaitu untuk mengetahui kandungan asam amino dan perubahan yang terjadi dan tujuan dari praktikum terhadap uji protein untuk mengetahui pengendapan oleh logam dan denaturasi yang terjadi pada protein dalam tubuh.

ALAT DAN BAHAN
Adapun ala-alat yang digunakan dalam praktikum asam amino dan protein adalah rak tabung reaksi, tabung reaksi, pipet tetes, pipet volumetrik, bulb, gelas kimia, penangas air, dan penjepit tabung.
Bahan-bahan yang digunakan adalah larutan larutan Ninhidrin, albumin, kasein, gelatin, pepton, larutan HgCl2, lartan Pb-asetat 5%, larutan AgNO3, larutan HCl 0,1 M, belerang (S), NaOH, dan buffer asam asetat pH 4,7.

PROSEDUR PERCOBAAN
Untuk uji asam amino terdiri dari beberapa uji, yaitu uji Ninhidrin, uji Belerang dan uji Biuretm sedangkan untuk uji pada protein terdiri dari dua uji yaitu pengendapan logam dan denaturasi protein.
Pada penentuan uji Ninhidrin pertama yang dilakukan adalah ditambahkan 0.5 ml larutan Ninhidrin ke dalam tabung reaksi yang sudah diisi dengan 3 ml larutan protein. Kemudian panaskan dalam penangas air mendidih selama 10 menit, perhatikan perubahan warna yang terjadi terhadap larutan albumin 0.02%, kasein 0.02%, gelatin 0.02% dan pepton 0.02%.
Pada penentuan uji belerang pertama yang dilakukan adalah ditambahkan 5 ml NaOH 10% ke dalam 2 ml larutan protein dan didihkan selama beberapa menit. Kemudian ditambahkan 2 tetes larutan Pb-Asetat 5%, dan lanjutkan pemanasan beberapa menit dan amati perubahan warna yang terjadi terhadap larutan albumin 0.02%, kasein 0.02%, gelatin 0.02% dan pepton 0.02%.
Uji Biuret memberikan warna violet dengan CuSO4, dengan prosedur dimasukkan 1 ml NaOH 10% ke dalam 3 ml larutan protein dan kemudian kocok. Ditambahkan 1 tetes larutan CuSO4 0.1%, kemudian kocok jika tidak timbul warna ditambahkan 1 atau 2 tetes CuSO4.
Pada uji pengendapan oleh logam, logam yang digunakan Ag, Pb dan Hg yang akan membentuk endapan logam proteinat. Prosedur yang akan dilakukan pertama dimasukkan 3 ml albumin dan ditambahkan 5 tetes larutan HgCl2 2%, kemudian ulangi percobaan dengan menggunakan larutan Pb-Asetat 5% dan AgNO3 5%.
Percobaan terakhir yaitu denaturasi protein, dan prosedur yang dilakukan adalah sediakan 3 tabung reaksi yang diisi dengan larutan albumin. Tabung pertama ditambahkan 1 ml HCl 0.1M, tabung kedua ditambahkan NaOH 0.1M dan tabung ketiga ditambahkan 1 ml Bufer asetat pH 4.7. Kemudian ketiga tabung tersebut dimasukkan ke dalam air mendidih selama 15 menit dan dinginkan temperatur kamar. Amati perubahan yang terjadi pada tabung reaksi tersebut. Untuk tabung 1 dan 2 ditambahkan 10 ml bufer asetat pH 4.7.

HASIL PERCOBAAN
Tabel 1 Hasil Uji Ninhidrin, Belerang, dan Biuret.
Sampel Ninhidrin Belerang Biuret
Hasil (-/+) Warna Hasil (-/+) Warna Hasil (-/+) Warna
Albumin + Biru ungu - Tidak berwarna + Ungu
Kasein + Ungu - Tidak berwarna + Ungu
Gelatin + Ungu + Cokelat + Violet
Pepton + Ungu - Tidak berwarna + Ungu




Gambar 1 Albumin Gambar 2 Biuret


Gambar 3 Belerang

Tabel 2 Pengendapan Protein oleh Logam
Logam Berat Hasil (-/+) Perubahan
HgCl2 ++ Endapan putih
Pb-asetat + Endapan putih
AgNO3 +++ Endapan putih keruh


Gambar 4 Pengendapan Protein oleh Logam

Table 3 Denaturasi Protein
Tabung Pengamatan
Hsl (-/+) Perubahan Hsl (-/+) Perubahan Hsl (-/+) Perubahan
1. HCl + Keruh + Bening + Endapan
2. NaOH + Keruh - Bening + Endapan
3. Bufer Asetat pH 4,7 + Keruh + Endapan

Ket. 1. Setelah ditambahkan HCl, NaOH, dan Bufer Asetat pH 4,7
2. Setelah dipanaskan
3. Setelah ditambah Bufer Asetat pH 4,7


Gambar 5 Denaturasi Protein


PEMBAHASAN
Percobaan penentuan asam amino dan protein yang dilakukan terhadap sampel ninhidrin diperoleh hasil akhir pada uji albumin adalah positif dan perubahan warna yang terjadi biru ungu, adapun untuk uji terhadap kasein diperoleh hasil positif dengan perubahan warna yang terjadi adalah ungu, untuk uji terhadap gelatin diperoleh positif dengan perubahan warna yang terjadi adalah warna ungu, uji terhadap pepton diperoleh hasil positif dengan perubahan warna yang terjadi adalah ungu. Uji yang dilakukan terhadap sampel belerang (S) diperoleh hasil pada uji yang dilakukan terhadap albumin adalah negatif dengan tidak ada perubahan yang terjadi, pada uji terhadap kasein diperoleh hasil negatif dengan tidak ada perubahan yang terjadi, untuk uji gelatin diperoleh hasil positif dengan perubahan warna coklat, uji pepton diperoleh hasil negatif dengan tidak ada perubahan warna yang terjadi.
Percobaan terhadap sampel biuret diperoleh hasil terhadap uji albumin adalah positif dengan perubahan warna ungu, adapun uji kasein diperoleh hasil positif dengan perubahan warna ungu, untuk uji yang dilakukan terhadap gelatin diperoleh hasil positif dengan perubahan warna violet, uji terhadap pepton diperoleh hasil positif dengan perubahan yang terjdi adalah ungu. Percobaan yang dilakukan terhadap uji biuret yang menghasilkan positif dengan adanya warna ungu, membuktikan bahwa adanya suatu ikatan peptida dengan adanya warna ungu. Gugus karboksil pada asam amino dapat dilepas dengan proses dekarboksilasi dan menghasilkan suatu amina. Van Slyke menggunakan reaksi ini untuk menentukan gugus amino bebas pada asam amino, peptida maupun protein. (Anna Poedjiadi, 1994).
Dalam hal ini struktur asam amino dapat digambarkan sebagai berikut :
H

H2N C COOH

R
(Lehninger, 1995).
Apabila asam amino larut dalam air, gugus karboksilat akan melepaskan ion H+, sedangkan gugus amina akan menerima ion H+, seperti reaksi berikut:

Oleh adanya kedua gugus tersebut asam amino dalam larutan dapat membentuk ion yang bermuatan positif dan juga bermuatan negatif atau disebut juga ion amfoter (zwitterion). Keadaan ion ini sangat tergantung pada pH larutan. Apabila asam amino dalam air ditambah dengan basa, maka asam amino akan terdapat dalam bentuk (I) karena konsentrasi ion OH- yang tinggi mampu mengikat ion-ion H+ pada gugus –NH3+. Sebaliknya bila ditambahkan asam ke dalam larutan asam amino, maka konsentrasi ion H+ yang tinggi mampu berikatan dengan ion –COO- sehingga terbentuk gugus –COOH sehingga asam amino akan terdapat dalam bentuk (II) (Anna Poedjiadi, 1994).

Dalam suatu sistem elektroforesis yang memiliki elektroda positif dan negatif, asam amino akan bergerak menuju elektroda yang berlawanan dengan muatan asam amino yang terdapat dalam larutan. Apabila ion asam amino tidak bergerak ke arah negatif maupun positif dalam suatu sistem elektroforesis maka pH pada saat itu disebut pH isolistrik. Pada pH tersebut terdapat keseimbangan antara bentuk-bentuk asam amino sebagai ion amfoter, anion dan kation (Anna Poedjiadi, 1994).
Pada dasarnya suatu peptida adalah asil-asam amino, karena gugus –COOH dan –NH2 membentuk ikatan peptida. Peptida didapatkan dari hidrolisis protein yang tidak sempurna. Apabila peptida yang dihasilkan dihidrolisis lebih lanjut akan dihasilkan asam-asam amino. (Anna Poedjiadi, 1994).

Sifat peptida ditentukan oleh gugus –COOH, –NH2 dan gugus R. Sifat asam dan basa pada peptida ditentukan oleh gugus –COOH dan –NH2 , namun pada rantai panjang gugus –COOH dan –NH2 yang terletak diujung rantai tidak lagi berpengaruh. Suatu peptida juga mempunyai titik isolistrik seperti pada asam amino. Reaksi biuret merupakan reaksi warna untuk peptida dan protein. (Anna Poedjiadi, 1994).
Struktur protein dapat dibagi menjadi empat bentuk; primer, sekunder, tersier dan kuartener. Susunan linier asam amino dalam protein merupakan struktur primer. Susunan tersebut akan menentukan sifat dasar protein dan bentuk struktur sekunder serta tersier. Bila protein menandung banyak asam amino dengan gugus hidrofobik, daya kelarutannya kurang dalam air dibandingkan dengan protein yang banyak mengandung asam amino dengan gugus hidrofil. (Winarno, 1992).
Logam berat pada protein akan membentuk endapan logam proteinat. Ikatan logam yang kuat dapat memutuskan jembatan. Dari ketiga macam logam berat seperti AgNO3, Pb asetat, dan HgCl2 pada uji pengnedapan protein oleh logam menghasilkan hasil yang positif dengan perubahan terdapat endapan putih pada larutan tersebut.
Garam logam berat mendenaturasi protein sama dengan halnya asam dan basa. Garam logam berat umumnya mengandung Hg+2, Pb+2, Ag+1 Tl+1, Cd+2 dan logam lainnya dengan berat atom yang besar. Reaksi yang terjadi antara garam logam berat akan mengakibatkan terbentuknya garam protein-logam yang tidak larut (Ophart, C.E., 2003).
Protein akan mengalami presipitasi bila bereaksi dengan ion logam. Pengendapan oleh ion positif (logam) diperlukan ph larutan diatas pi karena protein bermuatan negatif, pengendapan oleh ion negatif diperlukan ph larutan dibawah pi karena protein bermuatan positif. Ion-ion positif yang dapat mengendapkan protein adalah; Ag+, Ca++, Zn++, Hg++, Fe++, Cu++ dan Pb++, sedangkan ion-ion negatif yang dapat mengendapkan protein adalah; ion salisilat, triklorasetat, piktrat, tanat dan sulfosalisilat. (Anna, P., 1994).
Logam berat juga merusak ikatan disulfida karena affinitasnya yang tinggi dan kemampuannya untuk menarik sulfur sehingga mengakibatkan denaturasi protein (Ophart, C.E., 2003).
Ikatan disulfida terbentuk dengan adanya oksidasi gugus sulfhidril pada sistein. Antara rantai protein yang berbeda yang sama-sama memiliki gugus sulfhidril akan membentuk ikatan disulfida kovalen yang sangat kuat. Agen pereduksi dapat memutuskan ikatan disulfida, dimana penambahan atom hidrogen sehingga membentuk gugus tiol; -SH (Ophart, C.E., 2003).

(Ophart, C.E., 2003)
Protein yang terdenaturasi akan berkurang kelarutannya. Lapisan molekul protein bagian dalam yang bersifat hidrofobik akan keluar, sedangkan bagian yang hidrofilik akan terlipat ke dalam. Pelipatan atau pembalikkan terjadi bila larutan protein mendekati pH isoelektris, lalu protein akan menggumpal dan mengendap. Viskositas akan bertambah karena molekul mengembang dan menjadi asimetrik, sudut putaran optis larutan protein juga akan meningkat. Denaturasi protein dapat disebabkan oleh panas, pH, bahan kimia, mekanik dan lain-lain. (Winarno, 1992).
Protein akan mengalami kekeruhan terbesar pada saat mencapai ph isoelektris yaitu pH dimana protein memiliki muatan positif dan negatif yang sama, pada saat inilah protein mengalami denaturasi yang ditandai kekeruhan meningkat dan timbulnya gumpalan. (Anna, P., 1994).
Pada umumnya kadar protein di dalam bahan pangan menentukan mutu bahan pangan itu sendiri (S.A. & Suwedo H. ,1987). Nilai gizi dari suatu bahan pangan ditentukan bukan saja oleh kadar nutrien yang dikandungnya, tetapi juga oleh dapat tidaknya nutrien tersebut digunakan oleh tubuh (Muchtadi, 1989). Salah satu parameter nilai gizi protein adalah daya cernanya yang didefinisikan sebagai efektivitas absorbsi protein oleh tubuh (Del Valle, 1981). Berdasarkan kandungan asam-asan amino esensialnya, bahan pangan dapat dinilai apakah bergizi tinggi atau tidak. Bahan pangan bernilai gizi tinggi apabila mengandung asam amino esensial yang lengkap serta susunannya sesuai dengan kebutuhan tubuh.
Protein yang mudah dicerna menunjukkan tingginya jumlah asam-asam amino yang dapat diserap oleh tubuh dan begitu juga sebaliknya. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi daya cerna protein dalam tubuh adalah kondisi fisik dan kimia bahan. Makin keras bahan, maka akan menurunkan daya cernanya dalam tubuh karena adanya ikatan kompleks yang terdapat di dalam bahan yang sifatnya semakin kuat. Ikatan ini dapat berupa ikatan antar molekul protein, ikatan protein- fitat, dan sebaginya. Sedangkan kondisi kimia yaitu adanya senyawa anti gizi seperti tripsin inhibitor dan fitat (Muchtadi, 1989).

Percobaan terhadap uji denaturasi protein, tabung pertama yang berisikan larutan albumin menghasilkan positif setelah ditambahkan HCl 0,1 M 1 ml dengan perubahan larutan menjadi keruh, dan setelah dipanaskan larutan menjadi bening dengan menghasilkan hasil yang positif dan setelah ditambahkan buffer asetat pH 4.7 terdapat endapan pada larutan. Untuk tabung kedua yang sudah ditambahkan NaOH 0.1 M hasil positif dengan perubahan keruh pada larutan, setelah dipanaskan larutan menghasilkan hasil yang negatif dengan perubahan bening pada larutan dan setelah ditambah buffer asetat pH 4.7 terdapat endapan. Sedangkan untuk tabung ketiga yang sudah ditambahkan Bufer asetat pH 4.7 menghasilkan perubahan yang keruh pada larutan setelah dipanaskan terjadi perubahan endapan pada larutan dan hasil positif.
Protein yang terdapat dalam bahan pangan mudah mengalami perubahan-perubahan, antara lain: Dapat terdenaturasi oleh perlakuan pemanasan, dapat terkoagulasi atau mengendap oleh perlakuan pengasaman, dapat mengalami dekomposisi atau pemecahan oleh enzim-enzim proteolitik, dan dapat bereaksi dengan gula reduksi, sehingga menyebabkan terjadinya warna coklat.
Denaturasi protein dapat diartikan suatu perubahan atau modifikasi terhadap struktur sekunder, tertier dan kuartener molekul protein tanpa terjadinya pemecahan ikatan-ikatan kovelen. Karena itu, denaturasi dapat diartikan suatu proses terpecahnya ikatan hydrogen, interaksi hidrofobik, ikatan garam dan aterbukanya lipatan atau wiru molekul protein (Winarno, 1992).
Protein yang terdenaturasi akan berkurang kelarutannya. Lapisan molekul bagian dalam yang ersifat hidrofobik akan keluar sedangkan bagian hidrofilik akan terlipat ke dalam. Pelipatan atau pembakikkan akan terjadi bila protein mendekati pH isoelektris lalu protein akan menggumpal dan mengendap. Viskositas akan bertambah karena molekul mengembang menjadi asimetrik, sudut putaran optis larutan protein juga akan meningkat (Winarno, 1992).
Denaturasi protein meliputi gangguan dan kerusakan yang mungkin terjadi pada struktur sekunder dan tersier protein. Sejak diketahui reaksi denaturasi tidak cukup kuat untuk memutuskan ikatan peptida, dimana struktur primer protein tetap sama setelah proses denaturasi. Denaturasi terjadi karena adanya gangguan pada struktur sekunder dan tersier protein. Pada struktur protein tersier terdapat empat jenis interaksi yang membentuk ikatan pada rantai samping seperti; ikatan hidrogen, jembatan garam, ikatan disulfida dan interaksi hidrofobik non polar, yang kemungkinan mengalami gangguan. Denaturasi yang umum ditemui adalah proses presipitasi dan koagulasi protein (Ophart, C.E., 2003).

(Ophart, C.E., 2003).

Panas dapat digunakan untuk mengacaukan ikatan hidrogen dan interaksi hidrofobik non polar. Hal ini terjadi karena suhu tinggi dapat meningkatkan energi kinetik dan menyebabkan molekul penyusun protein bergerak atau bergetar sangat cepat sehingga mengacaukan ikatan molekul tersebut. Protein telur mengalami denaturasi dan terkoagulasi selama pemasakan. Beberapa makanan dimasak untuk mendenaturasi protein yang dikandung supaya memudahkan enzim pencernaan dalam mencerna protein tersebut (Ophart, C.E., 2003).
Pemanasan akan membuat protein bahan terdenaturasi sehingga kemampuan mengikat airnya menurun. Hal ini terjadi karena energi panas akan mengakibatkan terputusnya interaksi non-kovalen yang ada pada struktur alami protein tapi tidak memutuskan ikatan kovalennya yang berupa ikatan peptida. Proses ini biasanya berlangsung pada kisaran suhu yang sempit (Ophart, C.E., 2003).
Ikatan hidrogen terjadi antara gugus amida dalam struktur sekunder protein. Ikatan hidrogen antar rantai samping terjadi dalam struktur tersier protein dengan kombinasi berbagai asam amino penyusunnya (Ophart, C.E., 2003).

(Ophart, C.E., 2003)
Protein akan mengalami kekeruhan terbesar pada saat mencapai ph isoelektris yaitu ph dimana protein memiliki muatan positif dan negatif yang sama, pada saat inilah protein mengalami denaturasi yang ditandai kekeruhan meningkat dan timbulnya gumpalan. (Anna, P., 1994). Asam dan basa dapat mengacaukan jembatan garam dengan adanya muatan ionik. Sebuah tipe reaksi penggantian dobel terjadi sewaktu ion positif dan negatif di dalam garam berganti pasangan dengan ion positif dan negatif yang berasal dari asam atau basa yang ditambahkan. Reaksi ini terjadi di dalam sistem pencernaan, saat asam lambung mengkoagulasi susu yang dikonsumsi (Ophart, C.E., 2003).

(Ophart, C.E., 2003)

KESIMPULAN
Penentuan asam amino dan protein dapat disimpulkan bahwa gugus karboksil pada asam amino dapat dilepas dengan proses dekarboksilasi dan menghasilkan suatu amina. Gugus amino pada asam amino dapat bereaksi dengan asam nitrit dan melepaskan gas nitrogen yang dapat diukur volumenya. Garam logam berat mendenaturasi protein sama dengan halnya asam dan basa. Garam logam berat umumnya mengandung Hg+2, Pb+2, Ag+1 Tl+1, Cd+2 dan logam lainnya dengan berat atom yang besar. Reaksi yang terjadi antara garam logam berat akan mengakibatkan terbentuknya garam protein-logam yang tidak larut Protein akan mengalami kekeruhan terbesar pada saat mencapai ph isoelektris yaitu pH dimana protein memiliki muatan positif dan negatif yang sama, pada saat inilah protein mengalami denaturasi yang ditandai kekeruhan meningkat dan timbulnya gumpalan. Protein dapat tedenaturasi dari beberapa perlakuan apabila garam yang terbentuk tidak dapat balik. Akan tetapi denaturasi akan dapat balik apabila diadakan suatu pemanasan. Dan dari hal ini untuk menghindari denatursi pada tubuh dapat diantisifasi dengan pengonsumsian telur dan susu.



DAFTAR PUSTAKA
Anna Poedjiadi, 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Penerbit UI-Press: Jakarta.

Del Valle, F.R. 1981. Nutritional Qualities of Soya Protein as Affected by Processing. JAOCS. 58 : 519

Lehninger.A.L, 1995. Dasar-Dasar Biokimia. Erlangga, Jakarta

Ophart, C.E., 2003. Virtual Chembook. Elmhurst College.

Muchtadi, 1989. Evaluasi Nilai Gizi Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Jenderal Pendidikan Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB Bogor.

Narasinga, Rao. 1078. Analysis In Vitro methode for Predicting the Bioavailability of Iron From Food. The American Journal of Clinical Nutrition.

Sudarmadji, S., Haryono, B., Suhardi, 1996. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Liberty: Yogyakarta.

Winarno, F. G., 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit Gramedia: Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar