Minggu, 31 Mei 2009

FERMENTASI Oleh Iqbal Khoir Batubara

PENDAHULUAN
Fermentasi merupakan proses produksi energi dalam sel dalam keadaan anaerobik. Apabila dilihat secara umum fermentasi adalah salah satu bentuk respirasi anaerobik akan tetapi, terdapat definisi yang lebih jelas yang mendefinisikan fermentasi sebagai respirasi dalam lingkungan anaerobik dengan tanpa akseptor elektron eksternal. Fermentasi diperkirakan menjadi cara untuk menghasilkan energi pada organisme purba sebelum oksigen berada pada konsentrasi tinggi di atmosfer seperti saat ini, sehingga fermentasi merupakan bentuk purba dari produksi energi sel Fermentasi dapat meningkatkan nilai gizi bahan yang berkualitas rendah serta berfungsi dalam pengawetan bahan dan merupakan suatu cara untuk menghilangkan suatu zat antinutrisi atau racun yang terkandung dan suatu bahan makanan. Jenis fermentasi secara umum terbagi dua model utama yaitu fermentasi media cair dan fermentasi media padat. Fermentasi media cair diartikan fermentasi yang melibatkan air sebagai fase kontinu dari sistem pertumbuhan sel yang bersangkutan atau substrat baik sumber karbon maupun mineral terlarut atau tersuspensi sebagai partikel-partikel dalam fase cair. Fermentasi media padat merupakan proses fermentasi yang berlangsung dalam substrat tidak terlarut, namun tidak mengandung air yang cukup sekalipun mengalir bebas. Dalam fermentasi tradisional baik fermentasi medium cair maupun fermentasi medium padat yang telah lama dikenal.
Produk fermentasi mengandung energi kimia yang tidak teroksidasi penuh tetapi tidak dapat mengalami metabolisme lebih jauh tanpa oksigen atau akseptor elektron lainnya sehingga cenderung dianggap produk sampah. Dalam keadaan normal, organisme melakukan pembongkaran zat dengan cara oksidasi biologi atau respirasi aerob, yaitu respirasi yang memerlukan oksigen bebas. Akan tetapi, pada saat kadar oksigen terlalu rendah, oksidasi biologi tidak dapat berlangsung. Misalnya, pada tumbuhan darat yang tanahnya tergenang air sehingga akar tidak dapat melakukan respirasi aerob karena kadar oksigen dalam rongga tanah sangat rendah. Fermentasi tidak harus selalu dalam keadaan anaerob. Beberapa jenis mikroorganisme mampu melakukan fermentasi dalam keadaan aerob, misalnya pada fermentasi asam cuka.

TUJUAN
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui kandungan karbondioksida (CO2) dan etilalkohol (C2H5OH) pada proses fermentasi glukosa, fruktosa, sukrosa, maltosa, laktosa, dan pati. Dan bertujuan untuk mengetahui kandungan karbohidrat yang ada dalam glukosa, fruktosa, sukrosa, maltosa, laktosa, dan pati.

ALAT DAN BAHAN
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah mortar, pipet tetes, pipet volumetrik, bulb, tabung reaksi, rak tabung, tabung fermentasi, kapas dan mesin pemeraman.
Bahan yang digunakan pada praktikum adalah glukosa 1%, fruktosa 1%, sukrosa 1%, laktosa 1%, maltosa 1%, pati 1%, larutan NaOH 10%, dan ragi roti.

PROSEDUR PERCOBAAN
Pada uji fermentasi prosedur yang dilakukan pertama dimasukkan 20 ml larutan bahan percobaan dan 2 gram ragi roti ke dalam mortar. Kemudian kedua bahan tersebut digerus sampai terbentuk suspensi yang homogen. Dimasukkan suspensi ke dalam tabung fermentasi sampai bagian kaki yang tertutup terisi penuh oleh cairan. Kemudian dilakukan pemeraman pada suhu 36°C dan periksa setiap selang waktu 1 jam sebanyak 3 kali pengamatan. Kemudian diukur panjang atau isi gas jika terdapat ruangan gas pada kaki tabung yang tertutup. Dilakukan penambahan larutan NaOH 10% ke dalam tabung fermentasi melalui kaki yang terbuka dan tutuplah mulut tabung dengan ibu jari sambil tabung di bolak-balik untuk membuktikan terbentuk gas CO2, dan isapan pada ibu jari menunjukkan adanya gas CO2. Kemudian dilakukan uji ini terhadap larutan glukosa 1%, fruktosa 1%, sukrosa 1%, laktosa 1%, maltosa 1%, dan pati 1%.

HASIL PERCOBAAN
Tabel 1 Jumlah CO2 terbentuk pada proses fermentasi panjang gas dan tabung (cm)

Substrat Waktu Isapan akibat pembentukkan NaoH

30’
60’
90’
Glukosa 1% 0,5 1 1 Ada isapan
Fruktosa 1% 0 0 0 Tidak ada isapan
Maltosa 1% 0,05 0,3 0 Ada isapan
Laktosa 1% 0,2 0,4 1
Sukrosa 1% 0 0,1 1,3 Tidak ada isapan
Pati 0,1 0,5 1 Ada isapan


Gambar 1 Glukosa Gambar 2 Friktosa Gambar 3 Maltosa

Gambar 4 Laktosa Gambar 5 Sukrosa Gambar 6 Pati


PEMBAHASAN
Fermentasi pada awalnya hanya menunjukkan pada suatu peristiwa alami pada pembuatan anggur yang menghasilkan buih. Beberapa ahli mendefinisikan kata fermentasi dengan pengertian yang berbeda. Fardiaz (1992) mendefinisikan fermentasi sebagai proses pemecahan protein dan asam amino secara anaerobik yaitu tanpa memerlukan oksigen. Senyawa yang dapat dipecah dalam fermentasi terutama karbohidrat, sedangkan asam amino hanya dapat difermentasi oleh beberapa jenis bakteri tertentu. Satriawihardja (1992) mendefinisikan fermentasi dengan suatu proses dimana komponen-komponen kimiawi dihasilkan sebagai akibat adanya pertumbuhan maupun metabolisme. Pengertian ini mencakup fermentasi aerob dan anaerob.
Reaksi dalam fermentasi berbeda-beda tergantung pada jenis gula yang digunakan dan produk yang dihasilkan. Secara singkat, glukosa (C6H12O6) yang merupakan gula paling sederhana , melalui fermentasi akan menghasilkan etanol (2C2H5OH). Reaksi fermentasi ini dilakukan oleh ragi, dan digunakan pada produksi makanan.
Persamaan Reaksi Kimia
C6H12O6 → 2C2H5OH + 2CO2 + 2 ATP (Energi yang dilepaskan:118 kJ per mol)
Dapat dijabarkan sebagai berikut :
Gula (glukosa, fruktosa, atau sukrosa) → Alkohol (etanol) + Karbon dioksida + Energi (ATP)
Pada hakekatnya fermentasi katobolisme dapat dikategorikan antara aerob dan anaerob. Adapun reaksi aerob dan anaerob adalah sebagi berikut :

Aerob : C6H12O6 + O2 → CO2 + H2O
Anaerob : C6H12O6 → CO2 + C2H5OH

Jalur biokimia yang terjadi, sebenarnya bervariasi tergantung jenis gula yang terlibat, tetapi umumnya melibatkan jalur glikolisis, yang merupakan bagian dari tahap awal respirasi aerobik pada sebagian besar organisme. Jalur terakhir akan bervariasi tergantung produk akhir yang dihasilkan. Syarat terjadinya proses fermentasi adalah suhu dan kondisi. Suhu untuk fermentasi harus 37°C karena pada suhu itulah suhu yang optimum untuk fermentasi agar ragi dapat bekerja dengan baik.
Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk uji fermentasi adalah glukosa 1%, fruktosa 1%, sukrosa 1%, laktosa 1%, maltosa 1%, pati 1% sebagai bahan uji yang berfungsi untuk mengetahui banyak tidaknya CO2 yang terkandung pada bahan tersebut, hal ini dapat dilihat pada waktu ibu jari terhisap. Larutan NaOH 10% berfungsi untuk mempercepat reaksi fermentasi. Ragi roti digunakan sebagai substrat pada uji fermentasi berlangsung secara cepat.
Pada uji fermentasi terhadap glukosa 1%, maltosa 1% dan pati 1% menghasilkan hasil yang positif sedangkan pada fruktosa 1% dan sukrosa 1% menghasilkan hasil yang negatif. Pada hasil yang postif terjadi isapan ibu jari pada tabung fermentasi sedangkan pada hasil yang negatif tidak terjadi isapan ibu jari pada tabung fermentasi. Hasil pada uji fermentasi tersebut menghasilkan hasil yang bervariasi karena adanya perbedaan substrat, misalnya pada glukosa dan fruktosa merupakan monosakarida, sukrosa dan maltosa merupakan disakarida sedangkan pati merupakan polisakarida.
Dalam keadaan normal, organisme melakukan pembongkaran zat dengan cara oksidasi biologi atau respirasi aerob, yaitu respirasi yang memerlukan oksigen bebas. Akan tetapi, pada saat kadar oksigen terlalu rendah, oksidasi biologi tidak dapat berlangsung. Misalnya, pada tumbuhan darat yang tanahnya tergenang air sehingga akar tidak dapat melakukan respirasi aerob karena kadar oksigen dalam rongga tanah sangat rendah. Pada manusia, kekurangan oksigen sering terjadi pada atlet-atlet yang berlari jarah jauh dengan kencang. Atlet tersebut membutuhkan kadar oksigen yang lebih banyak daripada yang diambil dari pernafasan. Dengan kurangnya oksigen dalam tubuh, maka proses pembongkaran zat dilakukan dengan cara anaerob, yang disebut dengan fermentasi. Fermentasi tidak harus selalu dalam keadaan anaerob. Beberapa jenis mikroorganisme mampu melakukan fermentasi dalam keadaan aerob, misalnya pada fermentasi asam cuka.
Jika dibandingkan dengan respirasi, sebenarnya fermentasi ini sangat merugikan sel karena dua alas an yaitu sering dihasilkan senyawa yang merusak sel, misalnya alkohol. Dari jumlah mol zat yang sama akan dihasilkan jumlah energi yang lebih rendah/lebih sedikit. Fermentasi diberi nama sesuai dengan jenis senyawa akhir yang dihasilkan. Berdasarkan senyawa atau jenis zat yang dihasilkan, fermentasi dibedakan menjadi fermentasi asam laktat, fermentasi alkohol dan fermentasi asam cuka.
Inkubasi dilakukan pada suhu 25o-37o C selama 36-48 jam. Selama inkubasi terjadi proses fermentasi yang menyebabkan perubahan komponen-komponen dalam biji kedelai. Persyaratan tempat yang dipergunakan untuk inkubasi kedelai adalah kelembaban, kebutuhan oksigen dan suhu yang sesuai dengan pertumbuhan jamur (Hidayat, dkk. 2006).

SIMPULAN
Fermentasi merupakan suatu proses dimana komponen-komponen kimiawi dihasilkan sebagai akibat adanya pertumbuhan maupun metabolisme. Pada kebanyakan tumbuhan den hewan respirasi yang berlangsung adalah respirasi aerob, namun demikian dapat saja terjadi respirasi aerob terhambat pada sesuatu hal, maka hewan dan tumbuhan tersebut melangsungkan proses fermentasi yaitu proses pembebasan energi tanpa adanya oksigen, nama lainnya adalah respirasi anaerob. Pada uji fermentasi yang dilakukan terhadap glukosa, maltosa dan pati menghasilkan hasil yang positif dan terjadi isapan ibu jari pada mulut tabung fermentasi. Sedangkan untuk uji terhadap fruktosa dan sukrosa menghasilkan hasil yang negatif dan tidak terjadi isapan pada ibu jari pada mulut tabung fermentasi.

DAFTAR PUSTAKA
Del Valle, F.R. 1981. Nutritional Qualities of Soya Protein as Affected by Processing. JAOCS. 58 : 519.
Ophart, C.E., 2003. Virtual Chembook. Elmhurst College.
Narasinga R. 1078. Analysis In Vitro methode for Predicting the Bioavailability of Iron From Food. The American Journal of Clinical Nutrition.

Rabu, 20 Mei 2009

Asam Amino dan Protein

Laporan Praktikum Hari/Tanggal : Jum’at/ 17 April 2009
Biokimia Pukul : 16.00 : 17.20 WIB
PJP : Martini Hudayanti
Asisten :1. Dini Martarina
2. Nur Wenda
3. Syaipul Abidin



ASAM AMINO DAN PROTEIN

Kelompok 1 (Satu)


Iqbal Khoir J3H107019













TEKNOLOGI PRODUKSI DAN MANAJEMEN PERIKANAN BUDIDAYA
DIREKTORAT PROGRAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
PENDAHULUAN
Protein merupakan polimer dari sekitar 21 asam amino yang berlainan yang disambungkan denagan ikatan peptida. Karena keramainan rantai samping yang terbentuk jika asam amino tersebut disambung-sambungkan, protein yang berbeda dapat mempunyai sifat kima yangbereda dan struktu sekunder dan tersier yang sangat berbeda. Berbagai asam amino yang disambungkan membentuk rantai peptida. Asam amino dikelompokkan berdasarkan sifat kimia rantai sampingnya (Krull dan Wall, 1969).
protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh karena zat ini berfungsi sebagai sumber energi dalam tubuh serta sebagai zat pembangun dn pengatur. Protein adlaah polimer dari asam amino yang dihubungkan dengan ikatan peptida. Molekul protein mengandung unsur-umsur C, H, O, N, P, S, dan terkadang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga (Winarno, 1992).
Protein merupakan suatu polipeptida dengan BM yang sangat bervariasi dari 5000 samapi lebih dari satu juta karena molekul protein yang besar, protein sangat mudah mengalami perubahan fisis dan aktivitas biologisnya. Banyak agensia yang menyebabkan perubahan sifat alamiah dari protein seperti panas, asam, basa, solven organik, garam, logam berat, radiasi sinar radioaktif (Sudarmadji, 1996).

Rantai samping dapat bersifat polar dan nonpolar. Kandungan bagian asam amino polar yang tinggi dalam protein meningkatkan kelarutannya dalam air. Rantai samping yang paling polar ialah rantai samping asam amino basa dan asam amino asam. Asam-asam amino ini terdapat pada albumin dan globulin yang larut dalam air dengan aras yang tinggi. Sebaliknya protein, gandum, gliadin, dan glutenin, aras kandungan rantai samping polarnya rendah dan sangat tidak larut dalam air. Asam amino asam dapat juga ditemukan dalam protein dalam bentuk amidanya, glutamin dan asparagin. Hal ini menigkatkan kandungan nitrogen dari protein. Gugus hidroksil dalam rantai samping dapat terlibat dalam pembentukan ikatan ester dalam asam fosfat dan fosfat. Asam amino belerang dapat membentuk ikatan sambung silang disulfida antara rantai peptida yang bertetangga atau antara bagian yang berlainan dalam rantai yang sama. Prolina dan hidroksiprolina memaksakan pembatasan struktur yang bermakna terhadap geometri rantai peptida.
Protein terdapat baik dalam produk hewan maupun dalam produk tumbhan dalam jumlah yang berarti. Di Negara yang maju, orang memperoleh sebagian proteinnya dari produk hewan. Di bagian belahan dunia, bagian utama protein makanan diperoleh dari produk tumbuhan. Banyak produk tumbuhan tidak mengandung satu atau lebih asam amino esensial.

TUJUAN
Adapun tujuan dari praktikum yang dilakukan terhadap asam amino dengan uji ninhidrin, belerang, dan biuret terhadap albumi , kasein, gelatin, dan pepton yaitu untuk mengetahui kandungan asam amino dan perubahan yang terjadi dan tujuan dari praktikum terhadap uji protein untuk mengetahui pengendapan oleh logam dan denaturasi yang terjadi pada protein dalam tubuh.

ALAT DAN BAHAN
Adapun ala-alat yang digunakan dalam praktikum asam amino dan protein adalah rak tabung reaksi, tabung reaksi, pipet tetes, pipet volumetrik, bulb, gelas kimia, penangas air, dan penjepit tabung.
Bahan-bahan yang digunakan adalah larutan larutan Ninhidrin, albumin, kasein, gelatin, pepton, larutan HgCl2, lartan Pb-asetat 5%, larutan AgNO3, larutan HCl 0,1 M, belerang (S), NaOH, dan buffer asam asetat pH 4,7.

PROSEDUR PERCOBAAN
Untuk uji asam amino terdiri dari beberapa uji, yaitu uji Ninhidrin, uji Belerang dan uji Biuretm sedangkan untuk uji pada protein terdiri dari dua uji yaitu pengendapan logam dan denaturasi protein.
Pada penentuan uji Ninhidrin pertama yang dilakukan adalah ditambahkan 0.5 ml larutan Ninhidrin ke dalam tabung reaksi yang sudah diisi dengan 3 ml larutan protein. Kemudian panaskan dalam penangas air mendidih selama 10 menit, perhatikan perubahan warna yang terjadi terhadap larutan albumin 0.02%, kasein 0.02%, gelatin 0.02% dan pepton 0.02%.
Pada penentuan uji belerang pertama yang dilakukan adalah ditambahkan 5 ml NaOH 10% ke dalam 2 ml larutan protein dan didihkan selama beberapa menit. Kemudian ditambahkan 2 tetes larutan Pb-Asetat 5%, dan lanjutkan pemanasan beberapa menit dan amati perubahan warna yang terjadi terhadap larutan albumin 0.02%, kasein 0.02%, gelatin 0.02% dan pepton 0.02%.
Uji Biuret memberikan warna violet dengan CuSO4, dengan prosedur dimasukkan 1 ml NaOH 10% ke dalam 3 ml larutan protein dan kemudian kocok. Ditambahkan 1 tetes larutan CuSO4 0.1%, kemudian kocok jika tidak timbul warna ditambahkan 1 atau 2 tetes CuSO4.
Pada uji pengendapan oleh logam, logam yang digunakan Ag, Pb dan Hg yang akan membentuk endapan logam proteinat. Prosedur yang akan dilakukan pertama dimasukkan 3 ml albumin dan ditambahkan 5 tetes larutan HgCl2 2%, kemudian ulangi percobaan dengan menggunakan larutan Pb-Asetat 5% dan AgNO3 5%.
Percobaan terakhir yaitu denaturasi protein, dan prosedur yang dilakukan adalah sediakan 3 tabung reaksi yang diisi dengan larutan albumin. Tabung pertama ditambahkan 1 ml HCl 0.1M, tabung kedua ditambahkan NaOH 0.1M dan tabung ketiga ditambahkan 1 ml Bufer asetat pH 4.7. Kemudian ketiga tabung tersebut dimasukkan ke dalam air mendidih selama 15 menit dan dinginkan temperatur kamar. Amati perubahan yang terjadi pada tabung reaksi tersebut. Untuk tabung 1 dan 2 ditambahkan 10 ml bufer asetat pH 4.7.

HASIL PERCOBAAN
Tabel 1 Hasil Uji Ninhidrin, Belerang, dan Biuret.
Sampel Ninhidrin Belerang Biuret
Hasil (-/+) Warna Hasil (-/+) Warna Hasil (-/+) Warna
Albumin + Biru ungu - Tidak berwarna + Ungu
Kasein + Ungu - Tidak berwarna + Ungu
Gelatin + Ungu + Cokelat + Violet
Pepton + Ungu - Tidak berwarna + Ungu




Gambar 1 Albumin Gambar 2 Biuret


Gambar 3 Belerang

Tabel 2 Pengendapan Protein oleh Logam
Logam Berat Hasil (-/+) Perubahan
HgCl2 ++ Endapan putih
Pb-asetat + Endapan putih
AgNO3 +++ Endapan putih keruh


Gambar 4 Pengendapan Protein oleh Logam

Table 3 Denaturasi Protein
Tabung Pengamatan
Hsl (-/+) Perubahan Hsl (-/+) Perubahan Hsl (-/+) Perubahan
1. HCl + Keruh + Bening + Endapan
2. NaOH + Keruh - Bening + Endapan
3. Bufer Asetat pH 4,7 + Keruh + Endapan

Ket. 1. Setelah ditambahkan HCl, NaOH, dan Bufer Asetat pH 4,7
2. Setelah dipanaskan
3. Setelah ditambah Bufer Asetat pH 4,7


Gambar 5 Denaturasi Protein


PEMBAHASAN
Percobaan penentuan asam amino dan protein yang dilakukan terhadap sampel ninhidrin diperoleh hasil akhir pada uji albumin adalah positif dan perubahan warna yang terjadi biru ungu, adapun untuk uji terhadap kasein diperoleh hasil positif dengan perubahan warna yang terjadi adalah ungu, untuk uji terhadap gelatin diperoleh positif dengan perubahan warna yang terjadi adalah warna ungu, uji terhadap pepton diperoleh hasil positif dengan perubahan warna yang terjadi adalah ungu. Uji yang dilakukan terhadap sampel belerang (S) diperoleh hasil pada uji yang dilakukan terhadap albumin adalah negatif dengan tidak ada perubahan yang terjadi, pada uji terhadap kasein diperoleh hasil negatif dengan tidak ada perubahan yang terjadi, untuk uji gelatin diperoleh hasil positif dengan perubahan warna coklat, uji pepton diperoleh hasil negatif dengan tidak ada perubahan warna yang terjadi.
Percobaan terhadap sampel biuret diperoleh hasil terhadap uji albumin adalah positif dengan perubahan warna ungu, adapun uji kasein diperoleh hasil positif dengan perubahan warna ungu, untuk uji yang dilakukan terhadap gelatin diperoleh hasil positif dengan perubahan warna violet, uji terhadap pepton diperoleh hasil positif dengan perubahan yang terjdi adalah ungu. Percobaan yang dilakukan terhadap uji biuret yang menghasilkan positif dengan adanya warna ungu, membuktikan bahwa adanya suatu ikatan peptida dengan adanya warna ungu. Gugus karboksil pada asam amino dapat dilepas dengan proses dekarboksilasi dan menghasilkan suatu amina. Van Slyke menggunakan reaksi ini untuk menentukan gugus amino bebas pada asam amino, peptida maupun protein. (Anna Poedjiadi, 1994).
Dalam hal ini struktur asam amino dapat digambarkan sebagai berikut :
H

H2N C COOH

R
(Lehninger, 1995).
Apabila asam amino larut dalam air, gugus karboksilat akan melepaskan ion H+, sedangkan gugus amina akan menerima ion H+, seperti reaksi berikut:

Oleh adanya kedua gugus tersebut asam amino dalam larutan dapat membentuk ion yang bermuatan positif dan juga bermuatan negatif atau disebut juga ion amfoter (zwitterion). Keadaan ion ini sangat tergantung pada pH larutan. Apabila asam amino dalam air ditambah dengan basa, maka asam amino akan terdapat dalam bentuk (I) karena konsentrasi ion OH- yang tinggi mampu mengikat ion-ion H+ pada gugus –NH3+. Sebaliknya bila ditambahkan asam ke dalam larutan asam amino, maka konsentrasi ion H+ yang tinggi mampu berikatan dengan ion –COO- sehingga terbentuk gugus –COOH sehingga asam amino akan terdapat dalam bentuk (II) (Anna Poedjiadi, 1994).

Dalam suatu sistem elektroforesis yang memiliki elektroda positif dan negatif, asam amino akan bergerak menuju elektroda yang berlawanan dengan muatan asam amino yang terdapat dalam larutan. Apabila ion asam amino tidak bergerak ke arah negatif maupun positif dalam suatu sistem elektroforesis maka pH pada saat itu disebut pH isolistrik. Pada pH tersebut terdapat keseimbangan antara bentuk-bentuk asam amino sebagai ion amfoter, anion dan kation (Anna Poedjiadi, 1994).
Pada dasarnya suatu peptida adalah asil-asam amino, karena gugus –COOH dan –NH2 membentuk ikatan peptida. Peptida didapatkan dari hidrolisis protein yang tidak sempurna. Apabila peptida yang dihasilkan dihidrolisis lebih lanjut akan dihasilkan asam-asam amino. (Anna Poedjiadi, 1994).

Sifat peptida ditentukan oleh gugus –COOH, –NH2 dan gugus R. Sifat asam dan basa pada peptida ditentukan oleh gugus –COOH dan –NH2 , namun pada rantai panjang gugus –COOH dan –NH2 yang terletak diujung rantai tidak lagi berpengaruh. Suatu peptida juga mempunyai titik isolistrik seperti pada asam amino. Reaksi biuret merupakan reaksi warna untuk peptida dan protein. (Anna Poedjiadi, 1994).
Struktur protein dapat dibagi menjadi empat bentuk; primer, sekunder, tersier dan kuartener. Susunan linier asam amino dalam protein merupakan struktur primer. Susunan tersebut akan menentukan sifat dasar protein dan bentuk struktur sekunder serta tersier. Bila protein menandung banyak asam amino dengan gugus hidrofobik, daya kelarutannya kurang dalam air dibandingkan dengan protein yang banyak mengandung asam amino dengan gugus hidrofil. (Winarno, 1992).
Logam berat pada protein akan membentuk endapan logam proteinat. Ikatan logam yang kuat dapat memutuskan jembatan. Dari ketiga macam logam berat seperti AgNO3, Pb asetat, dan HgCl2 pada uji pengnedapan protein oleh logam menghasilkan hasil yang positif dengan perubahan terdapat endapan putih pada larutan tersebut.
Garam logam berat mendenaturasi protein sama dengan halnya asam dan basa. Garam logam berat umumnya mengandung Hg+2, Pb+2, Ag+1 Tl+1, Cd+2 dan logam lainnya dengan berat atom yang besar. Reaksi yang terjadi antara garam logam berat akan mengakibatkan terbentuknya garam protein-logam yang tidak larut (Ophart, C.E., 2003).
Protein akan mengalami presipitasi bila bereaksi dengan ion logam. Pengendapan oleh ion positif (logam) diperlukan ph larutan diatas pi karena protein bermuatan negatif, pengendapan oleh ion negatif diperlukan ph larutan dibawah pi karena protein bermuatan positif. Ion-ion positif yang dapat mengendapkan protein adalah; Ag+, Ca++, Zn++, Hg++, Fe++, Cu++ dan Pb++, sedangkan ion-ion negatif yang dapat mengendapkan protein adalah; ion salisilat, triklorasetat, piktrat, tanat dan sulfosalisilat. (Anna, P., 1994).
Logam berat juga merusak ikatan disulfida karena affinitasnya yang tinggi dan kemampuannya untuk menarik sulfur sehingga mengakibatkan denaturasi protein (Ophart, C.E., 2003).
Ikatan disulfida terbentuk dengan adanya oksidasi gugus sulfhidril pada sistein. Antara rantai protein yang berbeda yang sama-sama memiliki gugus sulfhidril akan membentuk ikatan disulfida kovalen yang sangat kuat. Agen pereduksi dapat memutuskan ikatan disulfida, dimana penambahan atom hidrogen sehingga membentuk gugus tiol; -SH (Ophart, C.E., 2003).

(Ophart, C.E., 2003)
Protein yang terdenaturasi akan berkurang kelarutannya. Lapisan molekul protein bagian dalam yang bersifat hidrofobik akan keluar, sedangkan bagian yang hidrofilik akan terlipat ke dalam. Pelipatan atau pembalikkan terjadi bila larutan protein mendekati pH isoelektris, lalu protein akan menggumpal dan mengendap. Viskositas akan bertambah karena molekul mengembang dan menjadi asimetrik, sudut putaran optis larutan protein juga akan meningkat. Denaturasi protein dapat disebabkan oleh panas, pH, bahan kimia, mekanik dan lain-lain. (Winarno, 1992).
Protein akan mengalami kekeruhan terbesar pada saat mencapai ph isoelektris yaitu pH dimana protein memiliki muatan positif dan negatif yang sama, pada saat inilah protein mengalami denaturasi yang ditandai kekeruhan meningkat dan timbulnya gumpalan. (Anna, P., 1994).
Pada umumnya kadar protein di dalam bahan pangan menentukan mutu bahan pangan itu sendiri (S.A. & Suwedo H. ,1987). Nilai gizi dari suatu bahan pangan ditentukan bukan saja oleh kadar nutrien yang dikandungnya, tetapi juga oleh dapat tidaknya nutrien tersebut digunakan oleh tubuh (Muchtadi, 1989). Salah satu parameter nilai gizi protein adalah daya cernanya yang didefinisikan sebagai efektivitas absorbsi protein oleh tubuh (Del Valle, 1981). Berdasarkan kandungan asam-asan amino esensialnya, bahan pangan dapat dinilai apakah bergizi tinggi atau tidak. Bahan pangan bernilai gizi tinggi apabila mengandung asam amino esensial yang lengkap serta susunannya sesuai dengan kebutuhan tubuh.
Protein yang mudah dicerna menunjukkan tingginya jumlah asam-asam amino yang dapat diserap oleh tubuh dan begitu juga sebaliknya. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi daya cerna protein dalam tubuh adalah kondisi fisik dan kimia bahan. Makin keras bahan, maka akan menurunkan daya cernanya dalam tubuh karena adanya ikatan kompleks yang terdapat di dalam bahan yang sifatnya semakin kuat. Ikatan ini dapat berupa ikatan antar molekul protein, ikatan protein- fitat, dan sebaginya. Sedangkan kondisi kimia yaitu adanya senyawa anti gizi seperti tripsin inhibitor dan fitat (Muchtadi, 1989).

Percobaan terhadap uji denaturasi protein, tabung pertama yang berisikan larutan albumin menghasilkan positif setelah ditambahkan HCl 0,1 M 1 ml dengan perubahan larutan menjadi keruh, dan setelah dipanaskan larutan menjadi bening dengan menghasilkan hasil yang positif dan setelah ditambahkan buffer asetat pH 4.7 terdapat endapan pada larutan. Untuk tabung kedua yang sudah ditambahkan NaOH 0.1 M hasil positif dengan perubahan keruh pada larutan, setelah dipanaskan larutan menghasilkan hasil yang negatif dengan perubahan bening pada larutan dan setelah ditambah buffer asetat pH 4.7 terdapat endapan. Sedangkan untuk tabung ketiga yang sudah ditambahkan Bufer asetat pH 4.7 menghasilkan perubahan yang keruh pada larutan setelah dipanaskan terjadi perubahan endapan pada larutan dan hasil positif.
Protein yang terdapat dalam bahan pangan mudah mengalami perubahan-perubahan, antara lain: Dapat terdenaturasi oleh perlakuan pemanasan, dapat terkoagulasi atau mengendap oleh perlakuan pengasaman, dapat mengalami dekomposisi atau pemecahan oleh enzim-enzim proteolitik, dan dapat bereaksi dengan gula reduksi, sehingga menyebabkan terjadinya warna coklat.
Denaturasi protein dapat diartikan suatu perubahan atau modifikasi terhadap struktur sekunder, tertier dan kuartener molekul protein tanpa terjadinya pemecahan ikatan-ikatan kovelen. Karena itu, denaturasi dapat diartikan suatu proses terpecahnya ikatan hydrogen, interaksi hidrofobik, ikatan garam dan aterbukanya lipatan atau wiru molekul protein (Winarno, 1992).
Protein yang terdenaturasi akan berkurang kelarutannya. Lapisan molekul bagian dalam yang ersifat hidrofobik akan keluar sedangkan bagian hidrofilik akan terlipat ke dalam. Pelipatan atau pembakikkan akan terjadi bila protein mendekati pH isoelektris lalu protein akan menggumpal dan mengendap. Viskositas akan bertambah karena molekul mengembang menjadi asimetrik, sudut putaran optis larutan protein juga akan meningkat (Winarno, 1992).
Denaturasi protein meliputi gangguan dan kerusakan yang mungkin terjadi pada struktur sekunder dan tersier protein. Sejak diketahui reaksi denaturasi tidak cukup kuat untuk memutuskan ikatan peptida, dimana struktur primer protein tetap sama setelah proses denaturasi. Denaturasi terjadi karena adanya gangguan pada struktur sekunder dan tersier protein. Pada struktur protein tersier terdapat empat jenis interaksi yang membentuk ikatan pada rantai samping seperti; ikatan hidrogen, jembatan garam, ikatan disulfida dan interaksi hidrofobik non polar, yang kemungkinan mengalami gangguan. Denaturasi yang umum ditemui adalah proses presipitasi dan koagulasi protein (Ophart, C.E., 2003).

(Ophart, C.E., 2003).

Panas dapat digunakan untuk mengacaukan ikatan hidrogen dan interaksi hidrofobik non polar. Hal ini terjadi karena suhu tinggi dapat meningkatkan energi kinetik dan menyebabkan molekul penyusun protein bergerak atau bergetar sangat cepat sehingga mengacaukan ikatan molekul tersebut. Protein telur mengalami denaturasi dan terkoagulasi selama pemasakan. Beberapa makanan dimasak untuk mendenaturasi protein yang dikandung supaya memudahkan enzim pencernaan dalam mencerna protein tersebut (Ophart, C.E., 2003).
Pemanasan akan membuat protein bahan terdenaturasi sehingga kemampuan mengikat airnya menurun. Hal ini terjadi karena energi panas akan mengakibatkan terputusnya interaksi non-kovalen yang ada pada struktur alami protein tapi tidak memutuskan ikatan kovalennya yang berupa ikatan peptida. Proses ini biasanya berlangsung pada kisaran suhu yang sempit (Ophart, C.E., 2003).
Ikatan hidrogen terjadi antara gugus amida dalam struktur sekunder protein. Ikatan hidrogen antar rantai samping terjadi dalam struktur tersier protein dengan kombinasi berbagai asam amino penyusunnya (Ophart, C.E., 2003).

(Ophart, C.E., 2003)
Protein akan mengalami kekeruhan terbesar pada saat mencapai ph isoelektris yaitu ph dimana protein memiliki muatan positif dan negatif yang sama, pada saat inilah protein mengalami denaturasi yang ditandai kekeruhan meningkat dan timbulnya gumpalan. (Anna, P., 1994). Asam dan basa dapat mengacaukan jembatan garam dengan adanya muatan ionik. Sebuah tipe reaksi penggantian dobel terjadi sewaktu ion positif dan negatif di dalam garam berganti pasangan dengan ion positif dan negatif yang berasal dari asam atau basa yang ditambahkan. Reaksi ini terjadi di dalam sistem pencernaan, saat asam lambung mengkoagulasi susu yang dikonsumsi (Ophart, C.E., 2003).

(Ophart, C.E., 2003)

KESIMPULAN
Penentuan asam amino dan protein dapat disimpulkan bahwa gugus karboksil pada asam amino dapat dilepas dengan proses dekarboksilasi dan menghasilkan suatu amina. Gugus amino pada asam amino dapat bereaksi dengan asam nitrit dan melepaskan gas nitrogen yang dapat diukur volumenya. Garam logam berat mendenaturasi protein sama dengan halnya asam dan basa. Garam logam berat umumnya mengandung Hg+2, Pb+2, Ag+1 Tl+1, Cd+2 dan logam lainnya dengan berat atom yang besar. Reaksi yang terjadi antara garam logam berat akan mengakibatkan terbentuknya garam protein-logam yang tidak larut Protein akan mengalami kekeruhan terbesar pada saat mencapai ph isoelektris yaitu pH dimana protein memiliki muatan positif dan negatif yang sama, pada saat inilah protein mengalami denaturasi yang ditandai kekeruhan meningkat dan timbulnya gumpalan. Protein dapat tedenaturasi dari beberapa perlakuan apabila garam yang terbentuk tidak dapat balik. Akan tetapi denaturasi akan dapat balik apabila diadakan suatu pemanasan. Dan dari hal ini untuk menghindari denatursi pada tubuh dapat diantisifasi dengan pengonsumsian telur dan susu.



DAFTAR PUSTAKA
Anna Poedjiadi, 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Penerbit UI-Press: Jakarta.

Del Valle, F.R. 1981. Nutritional Qualities of Soya Protein as Affected by Processing. JAOCS. 58 : 519

Lehninger.A.L, 1995. Dasar-Dasar Biokimia. Erlangga, Jakarta

Ophart, C.E., 2003. Virtual Chembook. Elmhurst College.

Muchtadi, 1989. Evaluasi Nilai Gizi Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Jenderal Pendidikan Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB Bogor.

Narasinga, Rao. 1078. Analysis In Vitro methode for Predicting the Bioavailability of Iron From Food. The American Journal of Clinical Nutrition.

Sudarmadji, S., Haryono, B., Suhardi, 1996. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Liberty: Yogyakarta.

Winarno, F. G., 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit Gramedia: Jakarta.

Pengolahan Sampah Kertas Menjadi Asbes

TEKNIK PENGELOLAAN SAMPAH MENJADI BERDAYA GUNA DAN RAMAH LINGKUNGAN

TEMA

PENGOLAHAN SAMPAH KERTAS MENJADI ASBES

Oleh

IQBAL KHOIR

J3H107019

DIREKTORAT PROGRAM DIPLOMA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Aktifitas manusia dalam memanfaatkan alam selalu meninggalkan sisa yang dianggapnya sudah tidak berguna lagi, sehingga diperlakukanya sebagai barang buangan yang disebut sampah. Sampah secara sederhana diartikan sebagai sampah organik dan anorganik yang dibuang oleh masyarakat dari berbagai lokasi di suatu daerah. Sumber sampah umumnya berasal dari perumahan dan pasar. Sampah menjadi masalah penting untuk kota yang padat penduduknya. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa factor, diantaranya adalah volume sampah yang sangat besar sehingga malebihi kapasitas daya tampung tempat pembuangan sampah akhir (TPA). Dalam hal ini pengelolaan sampah dirasakan tidak memberikan dampak positif kepada lingkungan, dan kuranganya dukungan kebijakan dari pemerintah, terutama dalam memanfaatkan produk sampingan dari sampah yang menyebabkan tertumpuknya produk tersebut di tempat pembuangan akhir (TPA).

Permasalahan sampah merupakan hal yang krusial. Bahkan, dapat diartikan sebagai masalah kultural karena dampaknya mengenai berbagai sisi kehidupan, terutama di kota besar. Berdasarkan perkiraan, volume sampah yang dihasilkan oleh manusia rata-rata sekitar 0,5 kg/perkapita/hari, sehingga untuk kota besar seperti Jakarta yang memiliki penduduk sekitar 10 juta jiwa, menghasilkan sampah sekitar 5000 ton/hari. Bila tidak cepat ditangani secara benar, maka kota-kota besar tersebut akan tenggelam dalam timbunan sampah berbarengan dengan segala dampak negatif yang ditimbulkannya seperti pencemaran lingkungan seperti air, udara, tanah, dan menimbulkan sumber penyakit. Pada pengolahan sampah tidak ada teknologi tanpa meninggalkan sisa. Oleh sebab itu, pengolahan sampah membutuhkan lahan sebagai tempat pembuangan akhir (TPA).

Sampah sebagai barang yang memiliki nilai, tidak seharusnya diperlakukan sebagai barang yang menjijikan, melainkan harus dapat dimanfaatkan sebagai bahan mentah atau bahan yang berguna lainnya. Pengolahan sampah harus dilakukan dengan efisien dan efektif, yaitu sedekat mungkin dengan sumbernya, seperti RT/RW, sekolah, rumah tangga sehingga jumlah sampah dapat dikurangi. Sampah merupakan sumber daya alam yang sangat besar, apabila kita dapat memanfaatkannya dengan baik. Oleh karena itu perlu melalui proses daur ulang secara organik untuk menghasilkan produk pupuk yang sangat penting sebagai unsur hara untuk kesuburan tanah dan perkembangan tanaman. Pengelolaan sampah diantaranya dapat dimanfaatkan berbagai kebutuhan manusia.

Sampah perkotaan adalah limbah yang bersifat padat terdiri dari bahan organik dan anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan dan melindungi investasi pembangunan, yang timbul di kota.Lingkungan menjadi terlihat kumuh, kotor dan jorok yang menjadi tempat berkembangnya organisme patogen yang berbahaya bagi kesehatan manusia, merupakan sarang lalat, tikus dan hewan liar lainnya. Dengan demikian sampah berpotensi sebagai sumber penyebaran penyakit. Sampah yang membusuk menimbulkan bau yang tidak sedap dan berbahaya bagi kesehatan. Air yang dikeluarkan (lindi) juga dapat menimbulkan pencemaran sumur, sungai maupun air tanah. Sampah yang tercecer tidak pada tempatnya dapat menyumbat saluran pembuangan air sehingga dapat menimbulkan bahaya banjir. Pengumpulan sampah dalam jumlah besar memerlukan tempat yang luas, tertutup dan jauh dari pemukiman. Sampah dikumpulkan dari sumbernya kemudian diangkut ke TPS dan terakhir ditimbun di TPA, tetapi reduksi sampah dengan mengolah sampah untuk dimanfaatkan menjadi produk yang berguna baik itu rumah tangga maupun bangunan.

Tujuan Karya Ilmiah

Tujuan dari karya ilmiah ini adalah menemukan pengelolaan sampah yang baik sebagai proses daur ulang. Banyak sampah yang dapat di proses untuk daur ulang salah satunya sampah kertas. Sampah kertas dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan campuran bahan bangunan yang berkualitas, sehingga dapat dimanfaatkan untuk asbes rumah.

Manfaat Karya Ilmiah

Karya ilmiah ini diharapkan dapat memberikan informasi dibidang teknik pengolahan sampah kertas untuk salah satu campuran bahan bangunan rumah yang dapat di manfaatkan oleh masyarakat. Bahan bangunan yang dihasilkan berupa asbes rumah. Dalam hal ini sampah kertas sangat bermanfaat dalam usaha besar dan menengah sebagai suatu bidang bisnis untuk mendapatkan uang.

Metode Karya Ilmiah

Metode yang digunakan pada karya ilmiah ini adalah proses pembuatan bubur kertas menjadi asbes dengan cara mencampurkan berbagai bahan perekat seperti semen dan tepung kanji. Pembuatan ini berlangsung dengan bantuan sinar matahari sebagai tempat pengeringan bahan asbes yang sudah jadi.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Sampah

Sampah merupakan barang yang tidak berguna atau merupakan barang yang terbuang dari aktifitas manusia baik itu limbah industri maupun limbah dari pembuangan kotoran manusia. Sampah dapat berupa padatan atau setengah padatan yang dikenal dengan istilah sampah yang dalam keadaan basah dan sampah yang dalam keadaan kering. Pada hakikatnya sampah sangat jijik dihadapan masyarakat, oleh karena hanya sebagian masyarakat yang dapat atau mampu mengolah sampah baik itu sebagai pupuk tanaman, mainan anak, kerajinan tangan dan sebagian besar pelengkap dari bahan bangunan rumah.

Sampah merupakan masalah yang tidak ada habisnya, karena selama kehidupan ini masih ada maka sampah akan selalu di produksi. Produksi sampah sebanding dengan bertambahnya jumlah penduduk. Semakin banyak jumlah penduduk maka semakin banyak jumlah sampah yang akan di produksi. Sampah tidak akan menjadi masalah jika kita dapat mengolahnya dengan baik yaitu dengan cara daur ulang. Mengelola sampah tidaklah sulit, dengan cara tidak membuang sampah sembarangan dan memilih-milih dan pisahkan antara sampah organik dan anorganik. Faktor-faktor yang dapat memengaruhi sistem pengelolaan sampah di wilayah perkotaan misalnya karakteristik sampah, kepadatan dan penyebaran penduduk, karakteristik fisik dari lingkungan, rencana dan tata ruang perkotaan. Pengolahan sampah untuk menjadi bahan-bahan yang berguna akan memberikan keuntungan ekonomi. Selain meningkatkan efisiensi produksi dan keuntungan ekonomi bagi pengolah sampah, dapat mengurangi biaya pengangkutan sampah ke TPA, dapat menghemat energi, mengurangi jumlah penganguran, mengurangi angka kemiskinan, membuka lapangan kerja, dapat mempersempit lahan TPA serta lingkungan menjadi asri dengan berkurang jumlah sampah.

  1. Klasifikasi Sampah

1. Sampah Berdasarkan Sumbernya

1.1. Sampah rumah tangga

Sampah ini berasal dari pembuangan sisa makanan rumah tangga, baik itu sampah yang dapat didaur ulang dan yang tidak dapat didaur ulang.

1.2. Sampah komersial

Sampah yang berasal dari kegiatan komersial seperti pasar, pertokoan, rumah makan, tempat hiburan, penginapan, bengkel, kios, dan pendidikan.

1.3. Sampah bangunan

Sampah yang berasal dari kegiatan bangunan termasuk pemugaran dan pembongkaran suatu bangunan seperti semen, kayu, batu bata, dan genteng.

1.4. Sampah fasilitas umum

Sampah yang berasal dari pembersihan dan penyapuan jalan trotoar, lapangan, tempat rekreasi, dan sebagainya. Contoh jenis sampah ini adalah daun, ranting, kertas pembungkus, plastik, rokok, dan debu.

2. Sampah berdasarkan jenisnya

2.1. Sampah organik (bersifat degradabel)

Sampah organik merupakan sampah yang dapat di urai oleh hewan mikro organisme. Sampah organik pada umumnya berupa bangkai hewan, kotoran hewan, sisa tanaman yang pada umumnya dapat di urai secara cepat, dan tanpa merusak lingkungan disekitarnya.

2.2. Sampah anorganik (non degradabel)

Sampah anoragnik merupakan sampah yang tidak dapat diurai oleh bakteri atau hewan mikro organisme. Sampah anorganik dapat berupa plastik, kaca, dan logam. Pada umumnya sampah anorganik hanya sebagian yang dimamfaatkan oleh masyarakat seperti plastik dan logam.

C. Manfaat sampah

1. Sumber Pupuk Organik

Sampah dapat dijadikan sumber pupuk organik, yang dapat digunakan untuk segala keperluan pertanian misalnya dengan pemupukan yang dilakukan terhadap tanaman dapat menyuburkan tanaman tersebut.

    1. Sumber Humus

Sampah yang telah lama membusuk akan menjadi humus yang dapat menyuburkan tanah.

    1. Dapat di daur ulang

Sampah yang tidak berguna dapat di proses daur ulang menjadi barang yang berguna. Misalnya sampah yang dapat di daur ulang ialah sampah plastik dan sampah kertas. Barang-barang yang dianggap sampah karena sifat dan karakteristiknya dapat dimanfaatkan kembali tanpa melalui proses produksi. Sementara mendaur-ulang sampah didaur ulang untuk dijadikan bahan baku industri dalam proses produksi. Dalam proses ini, sampah sudah mengalami perubahan baik bentuk maupun fungsinya.

  1. Pemilahan Sampah

Pemilahan sampah menjadi sangat penting untuk mengetahui sampah yang dapat digunakan dan dimamfaatkan. Pemilahan sampah dilakukan di TPA, karena ini akan memerlukan sarana dan prasarana yang lengkap. Oleh sebab itu, pemilahan harus dilakukan di sumber sampah seperti perumahan, sekolah, kantor, puskesmas, rumah sakit, pasar, terminal dan tempat-tempat dimana manusia beraktivitas. Pemilahan berarti upaya untuk memisahkan sekumpulan dari “sesuatu” yang sifatnya heterogen menurut jenis atau kelompoknya sehingga menjadi beberapa golongan yang sifatnya homogen. Manajemen Pemilahan Sampah dapat diartikan sebagai suatu proses kegiatan penanganan sampah sejak dari sumbernya dengan memanfaatkan penggunaan sumber daya secara efektif yang diawali dari pewadahan, pengumpulanan, pengangkutan, pengolahan, hingga pembuangan, melalui pengendalian pengelolaan organisasi yang berwawasan lingkungan, sehingga dapat mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditetapkan yaitu.lingkungan bebas sampah.

Pada setiap tempat aktivitas dapat disediakan empat buah tempat sampah yang diberi kode, yaitu satu tempat sampah untuk sampah yang bisa diurai oleh mikrobia (sampah organik), satu tempat sampah untuk sampah plastik atau yang sejenis, satu tempat sampah untuk kaleng, dan satu tempat sampah untuk botol. Malah bisa jadi menjadi lima tempat sampah, jika kertas dipisah tersendiri. Untuk sampah-sampah berbentuk kaca tentunya memerlukan penanganan tersendiri. Sampah jenis ini tidak boleh sampai ke TPA. Sementara sampah-sampah elektronik (seperti kulkas, radio, TV), dan keramik. ditangani secara tersendiri pula. Jadwal pengangkutan sampah jenis ini perlu diatur, misalnya pembuangan sampah-sampah tersebut ditentukan setiap 3 bulan sekali.

Di Australia, misalnya, sistem pengelolaan sampah juga menerapkan model pemilahan antara sampah organik dan sampah anorganik. Setiap rumah tangga memiliki tiga keranjang sampah untuk tiga jenis sampah yang berbeda. Satu untuk sampah kering (an-organik), satu untuk bekas makanan, dan satu lagi untuk sisa-sisa tanaman/rumput. Ketiga jenis sampah itu akan diangkut oleh tiga truk berbeda yang memiliki jadwal berbeda pula. Setiap truk hanya akan mengambil jenis sampah yang menjadi tugasnya. Sehingga pemilahan sampah tidak berhenti pada level rumah tangga saja, tapi terus berlanjut pada rantai berikutnya, bahkan sampai pada TPA.

Nah, sampah-sampah yang telah dipilah inilah yang kemudian dapat didaur ulang menjadi barang-barang yang berguna. Jika pada setiap tempat aktivitas melakukan pemilahan, maka pengangkutan sampah menjadi lebih teratur. Dinas kebersihan tinggal mengangkutnya setiap hari dan tidak lagi kesulitan untuk memilahnya. Pemerintah Daerah bekerjasama dengan swasta dapat memproses sampah-sampah tersebut menjadi barang yang berguna. Dengan cara ini, maka volume sampah yang sampai ke TPA dapat dikurangi sebanyak mungkin.

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

Menurut hasil yang telah diamati asbes merupakan serat mineral silika yang bersifat fleksibel, tahan lama dan tidak mudah terbakar. Asbes banyak digunakan sebagai penghantar listrik dan penghantar panas yang baik. Asbes banyak digunakan sebagai isolator panas dan pada pipa saluran pembuangan limbah rumah tangga, dan bahan material atap rumah. Asbes banyak digunakan dalam bahan-bahan bangunan. Jika ikatan asbes dalam senyawanya lepas, maka serat asbes akan masuk ke udara dan bertahan dalam waktu yang lama.

Asbes adalah istilah pasar untuk bermacam-macam mineral yang dapat dipisah-pisahkan hingga menjadi serabut yang fleksibel. Berdasarkan komposisi mineralnya, asbes dapat digolongkan menjadi dua bagian. Golongan serpentin; yaitu mineral krisotil yang merupakan hidroksida magnesium silikat dengan komposisi Mg6(OH)6(Si4O11) H2O, Golongan amfibol; yaitu mineral krosidolit, antofilit, amosit, aktinolit dan tremolit. Walaupun sudah jelas mineral asbes terdiri dari silikat-silikat kompleks, tetapi dalam menulis komposisi mineral asbes terdapat perbedaan. Semula dianggap bahwa silikatnya terdiri dari molekul. Akan tetapi berdasarkan hasil penyelidikan sinar-X, sebenarnya silikat-silikat itu terdiri dari molekul-molekul Si4O11 yang banyak digunakan dalam industri adalah asbes jenis krisotil.
Perbedaan dalam serat asbes selain karena panjang seratnya berlainan, juga karena sifatnya yang berbeda. Satu jenis serat asbes pada umumnya dapat dimanfaatkan untuk beberapa penggunaan yaitu dari serat yang berukuran panjang hingga yang halus.

Pembagian atas dasar dapat atau tidaknya serat asbes dipintal ialah serat asbes yang dipintal, digunakan untuk kopling, tirai dan layar, gasket, sarung tangan, kantong-kantong asbes, pelapis ketel uap, pelapis dinding, pakaian pemadam kebakaran, pelapis rem, ban mobil, bahan tekstil asbes. Alat pemadam api, benang asbes, pita, tali, alat penyambung pipa uap, alat listrik, alat kimia, gasket keperluan laboratorium, dan pelilit kawat listrik. Serabut yang tidak dapat dipintal terdiri atas semen asbes untuk pelapis tanur dan ketel serta pipanya, dinding, lantai, alat-alat kimia dan listrik.Asbes untuk atap. Kertas asbes untuk lantai dan atap, penutup pipa isolator-isolator panas dan listrik. Dinding-dinding asbes untuk rumah dan pabrik, macam-macam isolasi, gasket, ketel, dan tanur. Macam-macam bahan campuran lain yang menggunakan asbes sangat halus dan kebanyakan asbes sebagai bubur.
Asbes amfibol yang biasa digunakan sebagai bahan serat tekstil adalah dari jenis varitas krosidolit. Hal ini berhubungan dengan daya pintalnya yang sesuai dengan kebutuhan industri tekstil. Krisotil dan antagonit termasuk ke dalam golongan asbes serpentin. Krisotil juga merupakan jenis asbes yang sangat penting dalam industri pertekstilan.

Dalam hal ini tahapan yang akan dilakukan terhadap pembuatan asbes sangat berpariasi dilihat dari berbagai metode yang dilakukan. Adapun metode pembuatan daur ulang sampah kertas ini dilakukan dengan cara manual, dimana pemprosesannya relatif berat. Pembuatan asbes dilakukan dengan cara mendaur ulang sampah kertas dengan berbagai perekat yang dapat mendukung terbentuknya asbes yang bermutu. Hal ini di picu dengan adanya suatu metode yang dilakukan, agar bahan dari kertas dalam pembuatan asbes berkualitas dan tahan lama. Dari tinjauan pustaka yang telah dilakukan, bahwa beberapa sampah dapat dimamfaatkan sebagai daya guna dan ramah lingkungan. Dalam metode yang diambil dalam pembuatan daur ulang sampah diambil hasil pembahasan pendaur ulangan kertas bekas, dan Koran, hal ini dilihat dari segi ekonomisnya. Dalam tahapan selanjutnya bahan yang telah diproses dengan tahapan pembuburan kertas. Pembuatan dilakukan dengan menyiapkan bahan yang diperlukan seperti baskom, air, blender, pisau, cetakan asbes, semen, tepung kanji dan pemanas.

Pertama-tama yang perlu dilakukan adalah persiapan kertas bekas, Koran bekas dan kertas lainnya yang akan di potong-potong dengan pisau. Pemotongan kertas ini bertujuan agar kertas lebuh mudah di bubur. Setelah dilakkan pemotongan kertas, kertas tersebut dimasukkan kedalam blender besar dengan mencampurkan bahan perekat kanji dengan air. Pencampuran ini dilakukan dalam waktu yang bersamaan dengan memasukkan potongan kertas. Setelah dilakukan pencampuran, mesin blender dinyalakan agar potongan kertas tersebut menjadi bubur.

Setelah dilakukan proses pembuburan, sebelumnya telah disediakan bahan untuk mencetak. Dengan mengangkat potongan bubur yang masih berada dalam blender . Potongan bubur akan dimasukkan kedalam cetakan, kemudian didiamkan kurang lebih sekitar 1(satu ) jam. Sewaktu cetakan bubur kertas didiamkan, selanjutnya potongan bubur tersebut diangin-anginkan tujuannya agar tidak terjadi proses pengerasan yang berakibat cetakan asbes kurang berkualitas(bermutu).

Tahapan selanjutnya harus lebih hati-hati, cetakan bubur kertas yang sudah diangin-anginkan akan disusun atau dirapikan diatas tungku yang telah disediakan untuk segera dibakar. Proses pembakaran tersebut berlangsung kurang lebih satu hari satu malam. Dalam proses pembakaran asbes yang telah jadi jangan ditinggal agar mutu asbes terjamin, apabila ditinggal dapat merusak asbes kertas atau tidaknya berkulatisnya bahan olahan tersebut. Setelah pembakaran tersebut selesai kayu bakar yang masih ada dipisahkan dari tempat pembakaran, sebelumnya cetakan tersebut ditutup dengan batako, sementara arang yang masih panas dari pembakaran tersebut didiamkan di area pencetakan dengan tujuan cetakan bubur kertas tersebut stabil dan panas arang tersebut habis. Cetakan yang sudah jadi terlebih dahulu dibersihkan, dan untuk memperoleh cetakan yang beragam, cetakan diwarnai dengan cat tembok guna memperoleh daya tarik pembelinya.

Daya tarik pembeli dilihat dari kualitas barang dan keras tidaknya barang asbes tersebut. Dalam proses pemasaran asbes yang kurang bermutu dipisahkan dengan asbes yang bermutu, tujuannya untuk membedakan harga. Dengan demikian konsumen dapat memilih dengan bebas. Pemasaran dapat didukung dengan adanya alat transportasi yang bisa dikirim dalam negeri dan luar negeri.

BAB III

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil pemanfaatan sampah sebagai bahan yang dapat dimamfaatkan, salah satunya bahan bangunan. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa metode daur ulang sampah kertas dapat meningkatkan pendapat ekonomi masyarakat. Penggunaan pengolahan sampah menjadi asbes dapat meningkatkan dengan didukung teknologi yang bermutu dan tepat guna dan kualitas bagi kelangsungan pengolahannya. Sampah bekas dari kertas, dan koran dimanfaatkan menjadi barang berdaya guna sangat mendorong masyarakat untuk mengembangkannya.

Saran

Berdasarkan karya ilmiah ini beberapa hal yang penting untuk dijadikan bahan pertimbangan dan saran adalah pemanfaatan sampah sebagai bahan bangunan dengan metode daur ulang sampah kertas dan sangat perlu diaplikasikan terhadap berbagai jenis kertas dengan penelitian lebih lanjut. Dalam hal ini penulis menerima kritik, saran yang mendukung demi terciptannya makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Djuarnani N, Kristian, Setiawan BS. 2005. Cara Cepat Membuat kompos. Cet.1. PT. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Hadisuwito S. 2007. Membuat Pupuk Kompos Cair. Cet. 1. PT. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Moerdjoko S, Widyatmoko. 2002. Menghindari, Mengolah dan Menyingkirkan Sampah. Cet.1. PT. Dinastindo Adiperkasa Internasional. Jakarta.

Musnamar EI. 2006. Pembuatan Aplikasi Pupuk Organik Padat. Cet.3. Penebar Swadaya. Jakarta.

Senin, 18 Mei 2009

karedog

Karedog merupakan makanan khas sunda atau jawa barat yang di sajikan dalam bentuk yang berbeda -beda. karedog ini sangat banyak disukai masyarakat karena sangat cocok untuk santapa makanan yang di campurkan dengan nasi dan sambal tomat.
Karedog ini merupakan makanan yang belum dimasak, dimana cara pembuatanya sangat unik dengan makanan lain. cara pembuatan karedog ini berpariasi, diantaranya ada dengan cara diulek dan ada dengan cara mencampurkan bmb yang telah disiabkan sebelumnya
Adapun bahan-bahan dari pembuatan karedog ini diantaranya :
  • sayur kacang panjang
  • timun
  • jeruk nipis
  • toge
  • sayur singkong
  • kacang tanah
  • lada
  • dan bahan lainnya.